Jumat, 23 April 2010
Tentang Demam Berdarah Dengue
Penyakit virus dengan demam akut dengan ciri khas muncul tiba-tiba, demam biasanya berlangsung selama 3 – 5 hari (jarang lebih dari 7 hari dan kadang-kadang bifasik), disertai dengan sakit kepala berat, mialgia, artralgia, sakit retro orbital, tidak nafsu makan, gangguan gastro intestinal dan timbul ruam. Eritema awal diseluruh badan tejadi pada beberapa kasus. Ruam makulopapuler biasanya muncul pada masa deverfescence. Fenomena perdarahan minor, seperti petechiae, epistaksis atau perdarahan gusi bisa terjadi selama demam. Pada kulit yang berwarna gelap, ruam biasanya tidak kelihatan. Dengan adanya penyakit lain yang mendasari penyakit demam berdarah pada orang dewasa bisa terjadi perdarahan, seperti perdarahan gastro intestinal misalnya pada penderita tukak lambung atau pada penderita menorrhagia. Infeksi dengue disertai peningkatan permeabilitas vaskuler, dengan manifestasi perdarahan disertai dengan kerusakan organ-organ tertentu disajikan dalam bab demam berdarah dengue. Penyembuhan, dapat disertai dengan rasa lelah dan depresi yang berkepanjangan. Limfadenopati dan lekopeni pada penderita Demam Dengue dengan limfositosis relatif sering terjadi; trombositopeni (< 100 x 103/cu mm; unit Standard Internasional < 100 x 109/L) dan meningkatnya transaminase lebih jarang terjadi. Penyakit ini biasa muncul sebagai KLB yang eksplosif namun jarang terjadi kematian kecuali terjadi perdarahan pada DBD.
Diferensial diagnosa dari Demam Dengue adalah semua penyakit yang secara epidemiologis termasuk di dalam kelompok demam virus yang ditularkan oleh artropoda, demam kuning, campak, rubella, malaria, leptospira dan penyakit demam sistemik lainnya terutama yang disertai dengan ruam.
Pemeriksaan laboratorium seperti HI, CF, ELISA IgG dan IgM, dan tes netralisasi adalah alat bantu diagnostik. Antibodi IgM, mengindikasikan infeksi yang sedang atau baru saja terjadi, biasanya dapat dideteksi 6 – 7 hari sesudah onset penyakit. Virus diisolasi dari darah dengan cara inokulasi pada nyamuk, atau inokulasi pada kultur jaringan nyamuk, atau pada kultur jaringan vertebrata, lalu diidentifikasi dengan antibodi monoklonal serotipe spesifik.
2. Penyebab penyakit – Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue –1,-2,-3 dan –4). Virus yang sama menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD) (lihat di bawah).
3. Distibusi penyakit
Virus dengue berbagai serotipe sekarang menjadi endemis dibanyak negara tropis. Di Asia, virus dengue sangat endemis di Cina Selatan dan Hainan, Vietnam, Laos, Kampuchea, Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Sri Lanka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura; negara dengan endemisitas rendah adalah Papua New Guinea, Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara Pasifik. Virus dengue dari berbagai serotipe ditemukan di Queensland, Australia Utara, sejak tahun 1981.
Dengue -1,-2,-3 dan -4 sekarang endemis di Afrika. Di wilayah yang luas di Afrika Barat, virus dengue mungkin di tularkan sebagai penyakit epizootic pada monyet; dengue perkotaan yang menyerang manusia juga sering terjadi di wilayah ini. Pada tahun-tahun belakangan ini, KLB demam dengue terjadi di pantai timur Afrika dari Mozambik ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles dan Komoro, sedangkan penderita demam dengue dan penderita mirip DHF dilaporan dari Saudi Arabia, namun jumlahnya sedikit.
Di Amerika, masuk dan beredarnya ke 4 serotipe virus dengue ini berturut-turut terjadi di Karibia dan Amerika Tengah dan Selatan sejak tahun 1977 dan meluas hingga Texas pada tahun 1980, 1986, 1995 dan 1997. Pada akhir tahun 1990 an, dua atau lebih serotipe virus dengue endemis atau kadang-kadang muncul sebagai KLB di Meksiko, begitu pula di Karibia dan Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru, Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguay dan Argentina. KLB bisa terjadi jika vector dan virus penyakit ini ada didaerah tersebut baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.
4. Reservoir – Virus dengue bertahan melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia Tenggara dan Afrika Barat.
5. Cara penularan
Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif, terutama Aedes aegypti. Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari, dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Aedes aegypti maupun Aedes albopictus ditemukan didaerah perkotaan; kedua species nyamuk ini ditemukan juga di AS. Ae. Albopictus, sangat banyak ditemukan di Asia, tidak begitu antropofilik dibandingkan dengan Ae. Aegypti sehingga merupakan vector yang kurang efisien. Di Polinesia, salah satu jenis dari Ae. Scutellaris spp, bertindak sebagai vector. Di Malaysia, vectornya sdslsh kompleks Ae. Niveus dan di Afrika Barat adalah kompleks nyamuk Ae. furcifer-taylori berperan sebagai vector penularan nyamuk-monyet.
6. Masa inkubasi – Dari 3 – 14 hari, biasanya 4 – 7 hari.
7. Masa penularan
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3 – 5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8 – 12 hari sesudah mengisap darah penderita viremia dan tetap infektif selama hidupnya.
8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap penyakit ini, anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan orang dewasa. Sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi serotipe lain dan bisa terjadi eksaserbasi infeksi berikutnya (lihat Demam Berdarah Dengue, dibawah).
9. Cara- cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Beri penyuluhan, informasikan kepada masyarakat untuk membersihkan tempat perindukan nyamuk dan melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan memasang kawat kasa, perlindungan dengan pakaian dan menggunakan obat gosok anti nyamuk (lihat Malaria, 9A3, 9A4).
2) Lakukan survei di masyarakat untuk mengetahui tingkat kepadatan vector nyamuk, untuk mengetahui tempat perindukan dan habitat larva, biasanya untuk Ae. Aegypti adalah tempat penampungan air buatan atau alam yang dekat dengan pemukiman manusia (misalnya ban bekas, vas bunga, tandon penyimpanan air) dan membuat rencana pemberantasan sarang nyamuk serta pelaksanaannya.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; laporan resmi wajib dilakukan bila terjadi KLB, laporan kasus, kelas 4 (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2) Isolasi : Kewaspadaan universal terhadap darah. Sampai dengan demam hilang, hindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan kelambu, lebih baik lagi dengan kelambu yang telah di rendam di dalam insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat pemukinan dengan insektisida yang punya efek knock down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang meninggalkan residu.
3) Disinfeksi serentak: tidak dilakukan.
4) Karantina: Tidak dilakukan.
5) Imunisasi kontak: tidak dilakukan. Jika Demam Dengue terjadi disekitar daerah fokus demam kuning, lakukan imunisasi terhadap penduduk dengan vaksin demam kuning sebab vektor untuk daerah perktoaan kedua penyakit ini sama.
6) Lakukan Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Selidiki tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit dan cari penderita tambahan yang tidak dilaporkan atau tidak terdiagnosa.
7) Pengobatan spesifik : Pengobatan spesifik tidak ada, yang diberikan adalah pengobatan suportif atau penunjang. Aspirin merupakan kontraindikasi.
C. Penanggulangan wabah:
1) Temukan dan musnahkan spesies Aedes di lingkungan pemukiman, bersihkan tempat perindukan atau taburkan larvasida di semua tempat yang potensial sebagai tempat perindukan larva Ae. Aegypti.
2) Gunakan obat gosok anti nyamuk bagi orang-orang yang terpajan dengan nyamuk.
D. Implikasi bencana : Wabah atau KLB dapat menjadi intensif dan dapat menyerang sebagian besar penduduk.
E. Tindakan internasional :
Terapkan kesepakatan internasional yang di buat untuk mencegah penyebaran Ae. Aegypti melalui kapal, pesawat udara dan alat transportasi darat dari daerah endemis atau daerah KLB. Tingkatkan surveilans internasional dan lakukan pertukaran informasi antar negara. Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO
(dari Manual Pemberantasan Penyakit Ditjen PP&PL)
Gula Sebaga
Proses Transesterifikasi dan Produksi BiodieselProduksi biodiesel dari tumbuhan yang umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa asam atau basa. Asam mengkatalisis reaksi dengan mendonorkan proton yang dimilikinya kepada grup alkoksi sehingga lebih reaktif.Pada tanaman penghasil minyak, cukup banyak terkandung asam lemak. Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester dan gliserol, dengan penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan katalisator. Senyawa ester, pada tingkat (grade) tertentu inilah yang menjadi biodiesel. Dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari tumbuhan, biasanya digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator reaksi kimianya.Selain proses transesterifikasi, dalam produksi biodiesel juga melalui tahapan : pengempaan jaringan tanaman (misalnya biji) menghasilkan minyak mentah ; pemisahan (separator) fase ester dan gliserin ; serta pemurnian / pencucian senyawa ester untuk menghasilkan grade bahan bakar (biodiesel).
Skema sederhana produksi biodiesel melalui proses transesterifikasiGula, sebagai Katalisator Produksi Biodiesel, manfaat bagi IndonesiaMeskipun berbagai jenis bahan kimia dianggap cukup berhasil dipergunakan sebagai katalisator dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel, akan tetapi bahan-bahan seperti ini dianggap cukup mahal untuk dipergunakan dalam suatu proses produksi berskala besar. Di samping itu, limbah bahan-bahan kimia ini tentunya akan menjadi masalah lingkungan tersendiri.Penggunaan gula yang telah diubah bentuknya cukup prospektif untuk dipergunakan sebagai katalisator proses transesterifikasi ini. Gula sebagaimana kita ketahui, merupakan senyawa organik yang limbahnya dapat didaur ulang. Selain itu, gula dianggap relatif lebih murah untuk dipergunakan untuk sebuah proses produksi berskala besar, dibandingkan bahan kimia asam sulfat atau asam dan basa lainnya.Berita hasil penelitian ini tentunya cukup bermanfaat bagi Indonesia. Indonesia melalui koordinasi Menko Kesejahteraan Rakyat, saat ini sedang giat-giatnya mengkampanyekan pengembangan energi terbarukan 'biodiesel', terutama dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Salah satu BUMN yang cukup mendukung pengembangan biodiesel ini adalah PT. RNI (Rajawali Nusantara Indonesia). Sebagai badan usaha yang mempunyai bidang usaha utama (core business) pada manajemen pabrik gula nasional, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan efisiensi produksi biodiesel, yaitu dengan menggunakan gula sebagai katalisator produksinya.
BIOGAS
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping pa-rameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara.
Salah satu cara menentuka bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem Bio-gas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N.Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Planet Baru
kcm
DELAPAN planet baru di tata surya kembali ditemukan, baru-baru ini. Penemunya, astronom asal Indonesia Johny Setiawan. Ia bekernya di Max Planck Institute for Astronomy Jerman.
TIGA di antara delapan planet baru yang dinamai HD 47536c, HD 110014b, dan HD 110014c akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi. Adapun lima lainnya telah teridentifikasi, tapi makalahnya masih dalam penyusunan.
Hal ini diungkapkan Johny Setiawan di sela acara 2008 Asian Science Camp di Sanur, Bali, Rabu (6/8). Pertemuan ini dihadiri para siswa peraih medali olimpiade fisika dan kimia internasional dari Indonesia dan negara Asia lainnya. Mereka berkesempatan mendengarkan presentasi dan berdialog dengan lima peraih Nobel dan ilmuwan dunia.
Kegiatan ini berlangsung hingga Sabtu (9/8). Para peraih Nobel itu adalah Yuan Tseh Lee (Nobel Kimia, 1986), Richard Robert Ernst (Nobel Kimia, 1991), Douglas Osheroff (Nobel Fisika, 1996), Masatoshi Koshiba (Nobel Fisika, 2002), dan David Gross (Nobel Fisika, 2004).
Johny mempresentasikan makalah berjudul Astronomy: A Culture, Science, and Philosophy for the Humanity dan Search for Life in Other Solar Systems. Sebagai ilmuwan postdoctoral di Departemen Planet dan Formasi Bintang Max Planck Institute for Astronomy (MPIA) sejak tahun 2003, Johny meneliti planet extrasolar (di luar sistem matahari) yang mengelilingi bintang muda dan evolusi bintang serta stelar atmosfer atau pulsasi dan aktivitas khromosferik.
Menurut Johny, satu-satunya ilmuwan non-Jerman di antara tiga peneliti planet lainnya di MPIA, sekarang ini dengan adanya teleskop modern bukan hal sulit untuk menemukan bintangbintang yang bertebaran di jagat raya ini.
Dengan teropong optik yang dipadukan sistem komputer, benda langit yang memancarkan cahaya itu dapat teridentifikasi. Yang sulit adalah melihat adanya planet-planet yang mengitari bintang-bintang yang jaraknya dari bumi ribuan tahun cahaya.
Planet, yang hanya memantulkan cahaya dari bintang induknya, penampakannya 10 juta kali lebih redup daripada bintang atau matahari yang dikitarinya.
Namun, dengan adanya pergerakan radial bintang karena dipengaruhi gaya tarik-menarik dengan planet yang mengitarinya, keberadaan planet dapat diketahui secara tidak langsung. Pergerakan radial itu dapat dilihat dengan alat spektrograf yang berfungsi mengurai cahaya bintang menjadi komponen cahaya.
Seperti halnya cahaya matahari yang dapat diurai menjadi warna-warna pelangi, garis-garis spektrum cahaya itu dijadikan kunci untuk mengetahui keberadaan planet. Bila pada garis spektrum itu terjadi osilasi atau pergerakan pendar ke kiri atau kanan itu adalah indikasi ada planet yang mengitarinya. “Bila garis spektrum ke arah biru berarti planet bergerak mendekati posisi pengamatan, bila ke warna merah berarti menjauh,” kata Johny.(kcm)
Bintang Induk Tak Sendiri
PLANET HD 47536c dipastikan keberadaannya pada Mei 2008 dan akan mulai dipublikasikan dalam jurnal Astronomy and Astrophysic.
Planet ini berada dalam satu tata surya dengan planet yang ditemukan 9 tahun lalu, yaitu HD 47536b (Henry dan Draper, nama astronom AS yang menyusun katalog perbintangan). Angkaangka itu menunjukkan satu posisi tertentu di jagat raya, sedangkan huruf kecil b dan c artinya planet pertama dan kedua. Bintang induk sendiri diberi tanda huruf besar A.
Pada penelitian sebelumnya keberadaan planet kedua itu, kata Johny yang biasa bekerja mulai pukul 18.00 hingga 07.00, tak terdeteksi karena masa edarnya 1.600 hari. Sedangkan planet pertama 400 hari. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan dalam tata surya itu ditemukan planet lain.
Johny yang menamatkan S-1 dan S-3-nya di Freiburg, Jerman, melaksanakan penelitian itu dalam proyek Seram (Search for Exoplanet with Radial-velocity at MPIA) menggunakan teleskop berdiameter 2,2 meter. Ia juga melaksanakan proyek penelitian Exoplanet Search with PRIMA (Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry).
Sejak bergabung di MPIA tahun 2003, Johny yang akan berusia 34 tahun pada 16 Agustus nanti juga telah menemukan Planet HD 11977b (2005) dengan masa edar 700 hari, HD 70573b (2007) dengan masa edar 900 hari, dan TW HYDRAEb (2008) beredar 3,5 hari. Dua planet lainnya yang akan dipublikasikan tahun depan adalah HD 110014b & c yang masing-masing bermasa edar 135 hari dan 850 hari. (kcm)
Jumlahnya Lebih dari 135
SEJAK tahun 1999, tim astronom Eropa dan Brasil di bawah pimpinan Johny Setiawan dari Max-Planck Institut telah mengikuti pergerakan bintang HD 11977 A.
Mereka menggunakan spektrograf berresolusi tinggi, yang bernama FEROS, ditempatkan di teleskop bergaris tengah 2.2 meter di observatorium milik European Southern Observatory di La Silla (Chile).
Metode yang digunakan adalah berdasarkan pada prinsip Doppler. Bintang dan pengedarnya bergerak mengorbit titik berat sistem bersama. Ketika bintang dalam garis pandang pengamat (arah radial) bergerak mendekat ke pengamat, garis-garis spektrumnya akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih pendek. Jika bintang tersebut menjauh dari pengamat, maka garis-garis spektrumnya akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang.
Dari pergeseren garis-garis spektrum tersebut maka kecepatan bintang dalam arah radial (dinamakan kecepatan radial) dapat diukur. Hanya dan hanya jika kecepatan radial tersebut tidak berasal dari aktivitas bintang (misalnya bintik bintang), maka dapat disimpulkan akan adanya sebuah benda pengedar. Dari kurva pengukuran tersebut massa minimum benda pengedar tadi dapat dihitung. Dalam kasus HD 11977 B, massa yang didapat adalah termasuk dalam massa planit-planit.
Dengan metode ini sebenarnya sudah lebih dari 135 planet telah ditemukan. Akan tetapi, keunikan dari penenuman HD 11977 B terletak dalam bintang induknya sendiri, yaitu di massa bintang tersebut. Bintang HD 11977 A mempunyai massa yang satu setengah sampai hampir dua kali massa matahari.
Sampai sekarang, bintang-bintang bermassa menengah seperti ini masih jarang diselidiki untuk pencarian planet-planet ekstrasolar.
HD 11977 B adalah planet pertama yang mengedar pada bintang sejenis di mana massa bintangnya dihitung secara akurat melalui pengukuran spektroskopis.
By Ashari E Tobi